Alternative Computing – Elisabeth Suci Nataly 14140003

HACKTIVISM SEMAKIN MARAK DILAKUKAN DI INDONESIA

Alternative computing merupakan genre yang bergerak dalam bidang komputasi. Pelaku alternative computing biasanya praktisi IT atau seseorang yang memilki kemampuan dalam bidang computer. Genre ini memiliki tujuan ideal bukan untuk kepentingan kelompok sendiri. Kegiatan alternative computing pun beragam seperti hacking, merancang atau mengkonfigurasi ulang infrastruktur dan lain sebagainya.

Hacking merupakan aktivitas yang kerap kali kita temukan di lingkungan sosial. Istilah “hacktivism” mengacu pada sebuah inisiatif dan kegiatan yang berfokus pada tindakan melakukan “hacking” karena atau untuk alasan tertentu (Indrajit. 2008.hlm 2). Hacktivism adalah proyek atau gerakan yang menggunakan teknologi komputer sebagai bentuk proses dan penolakan terhadap keluaran politik dan budaya. Pelaku dalam aktivitas hacking ini adalah hacker, mereka memilki kemampuan dalam bidang komputer dan juga memiliki keahlian untuk membuat dan membaca program tertentu. Hacker memiliki konotasi yang buruk di mata masyarakat, tetapi sesungguhnya tidak semua hacker melakukan aksi yang merugikan bagi masyarakat. Oleh sebab itu, terdapat 4 kategori hacker menurut “wilayah kerja”, sebagai berikut :

  1. Black Hat Hacker

Sering disebut kracker , jenis hacker ini menggunakan kemampuan mereka untuk melakukan hal-hal yang merusak yang melanggar hukum

  1. White Hat Hacker

Kebalikan dari Black Hat Hacker. White Hat Hacker merupakan hacker yang menggunakan kemampuannya di jalan yang benar untuk menghadapi Blach Hat Hacker. White Hat Hacker biasanya adalah seorang professional yang bekerja pada perusahaan keamanan misalnya sebagai security analys, security consultant, dan lain sebagainya

  1. Grey Hat Hacker

Jenis Hacker yang bergerak di area abu-abu ini berada antara baik dan jahat, mereka adalah White Hat Hacker tetapi mereka juga bisa berubah menjadi Black Hat Hacker

  1. Suicide Hacker

Hacker yang berani mati dan tidak khawatir terhadap ancaman hukum sehingga ia bebas melakukan apa saja tanpa memperdulikan hukuman apa yang nantinya ia terima

Hacking bersifat netral pada awalnya, tetapi cara penggunaan atau tujuan pelaku hacking tersebut yang menjadikannya Black Hat (Negatif) atau White Hat (positif).

Alternative Computing memiliki rentang aktivitas yang termasuk tetapi tidak terbatas pada hacking saja, dapat berupa file sharing, open source, dan lain-lain. Namun, aktivitas alternative computing yang paling sering dijumpai adalah hacking yaitu meretas atau menerobos komputer seseorang atau pihak lain. Seperti  yang terjadi pada tanggal 15 April 2004 silam, seorang peretas kawakan dengan inisial Xnuxer atau juga kadang dikenal dengan nama Schizoprenic berhasil temukan lubang di situs TNP-KPU. Dia melakukan uji coba terhadap sistem keamanan di situs Tnp.Kpu.go.id dengan menggunakan XSS (cross site scripting) dari IP 202.158.10.117. Setelah berhasil temukan kelemahan di situs tersebut, pada tanggal 16 April 2004, Xnuxer berhasil menembus sisi pengaman website itu dengan menggunakan SQL Injection.

Dani Firman Syah

Untitled.png
Dia mengubah nama-nama partai yang ada di dalam database TNP-KPU dengan nama buah-buahan. Akhirnya, pada tanggal 21 April 2004 pukul 14.30 WIB, dia tangkap Satuan Cyber Crime Direktorat Reserse Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya dan resmi di tahan pada tanggal 24 April 2004 sekitar pukul 17:20 di Jakarta.

Xnuxer yang memiliki nama asli Dani Firman Syah ini harus menjalani hukuman di dalam penjara selama 6 bulan 21 hari.  Dani mengaku meng-hack situs tersebut hanya karena ingin mengetes sistem keamanan server tnp.kpu.go.id, yang dsebut-sebut mempunyai sistem pengamanan berlapis-lapis. Motivasi Dani melakukan serangan ke website KPU yaitu Dani merasa tertantang dengan pernyataan Ketua Kelompok Kerja tim TI KPU Chusnu Mar’iyah disebuah tayangan televise yang memperingatkan kepada tim TI KPU seharga Rp 125 miliar itu ternyata tidak aman.

Meskupun kegiatan itu hanya iseng, polisi tetao menilai tindakan Dani telah melanggar hukun danmenimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi dan menghancurkan atau merusak barang. Undang-undang tentang cybercrime belum ada, maka Dani dikenakan UU No. 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi.

Penangkapan Dani Firman syah ini pun menuai pro dan kontra, untuk kalangan tertentu terlebih praktisi IT tindakan Dani dianggap tidak melanggar hukum, karena ia menunjukkan kelemahan sistem keamanan KPU sehingga KPU dapat meningkatkan sistem keamanan websitenya tersebut. Donny B.U, pengamat Telematika dan coordinator ICT Watch pu beranggapan bahwa kasus peretasan ini merupakan kelalaian KPU dalam menjamin keamanan sistem milik umum tersebut. Donny pun mengatakan bahwa teknik yang dilakukan Dani pun merupakan teknik umum yang sudah sering dilakukan, tetapi teknik tersebut masih mampu menerobos sistem keamanan KPU.

Dari kasus diatas dapat dikatakan bahwa, aktivitas hacking yang dilakukan Dani Firman Syah termasuk dalam kategori Grey Hat Hacker karena tindakan yang mulanya iseng untuk melihat sistem keamanan website KPU yang dikatakan berharga ratusan miliar yang  ternyata dapat diretas. Aksi ini pun menunjukkan kelemahan sistem tersebut dan KPU pun dapat memperketat sistem keamanan website tersebut. Sehingga lewat hacking yang dilakukan Dani justru membawa perubahan yang baik untuk KPU sehingga mereka dapat menjaga dan meperketat sistem keamanan milik KPU. Tetapi aksi yang dilakukan Dani ini pun melanggar etika karena meretas sistem keamaanan website pemerintah. Oleh sebab itu, Dani tetap dikenakan sanksi hukuman yang berlaku.

Dengan contoh kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya istilah “hacker” di mata praktisi teknologi informasi dan internet tersebut sebenarnya bersifat netral. Namun kesalahpahaman definisi yang menjadi persepsi masyarakat menempatkan isitlah “hacker” pada suatu pengertian bernuansa negative, sehingga seringkali kegiatan hacktivism dianggap sebagai tindakan criminal yang senantiasa melawan hukum. Melalui sosialisasi yang tepat dan strategi yang baik, keberadaan para individu hacker yang berkembang di masyarakat dapat dijadikan sebagai sebuah kesempatan untuk meningkatkan kinerja keamanan beraneka ragam sistem komputer yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia agar terhindar dari serangan dan penetrasi pihak luar yang dapat merugikan bangsa dan Negara.

 

DAFTAR PUSTAKA

Leah A. Lievrouw.(2011).Alternative and Activist New Media: Digital Media and Society Series..Polity Press,Cambridge

Prof. Richardus Eko Indrajit.2008. Fenomena Hactivism dan Permasalahannya.

http://www.idsirtii.or.id/doc/IDSIRTII-Artikel-hacktivisim.pdf

https://www.merdeka.com/teknologi/9-kasus-peretasan-di-wilayah-indonesia/xnuxer-aka-schizoprenic.html

http://www.okezone.web.id/2016/03/

Leave a comment